Travelklik - Serupa tapi tak sama. Kesan ini yang diceritakan Hasti Tarekat Dipowijoyo, salah satu dosen universitas di Kota Amsterdam Belanda, ketika dua hari bertandang ke Banjarmasin. Pendiri website Heritage Hand On yang memuat berbagai literatur dan warisan budaya dan arsitektur Belanda di Nusantara, melihat potensi pariwisata bisa besar asalkan mau berbenah.
Hasti Tarekat Dipowijoyo datang tidak sendiri, ia ditemani Vera D Damayanati dari Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (ITB) untuk belajar lebih jauh mengenal kultur dan warisan arsitektur yang ada di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan.
“Secara topografi, Kota Amsterdam di Belanda itu hampir dengan sama dengan Banjarmasin. Berada di bawah permukaan laut. Jadi, banyak sungai dan kanal-kanal yang dibangun. Ya, Banjarmasin persis seperti Amsterdam,” tutur Hasti Tarekt Dipowijoyo, saat berbincang dengan wartawan di Menara Pandang, Siring Tendean Banjarmasin.
Bedanya, kata Hasti Tarekat adalah dari segi pariwisata. Dia menyebut populasi penduduk di Kota Amsterdam hanya 800 ribu orang, namun angka kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara mencapai 15 juta per tahun. “Dari pengalaman di Amsterdam ini, saya ingin memberi inspirasi agar pengelolaan pariwisata di Banjarmasin bisa menarik minat wisatawan domestik, utamanya lagi dari mancanegara,” katanya.
Ia membandingkan Banjarmasin memang memiliki tipologi kota berbasis sungai, namun berbeda dengan Amsterdam. “Di Amsterdam punya visi pariwisata yang jelas. Bukan saja untuk turis, tapi bagi penduduk setempat. Jadi, Amsterdam menjadikan kotanya layak huni bagi warganya dulu, baru menuju kota wisata berkelas internasional untuk para turis,” ungkapnya.
Dia mencatat ada beberapa kelemahan yang dimiliki Banjarmasin. Terutama, saat ingin berpergian dari satu destinasi wisata tidak jelas, bahkan harus menggunakan mobil pribadi.
“Padahal, ketika memasuki daerah wisata, tak boleh menggunakan mobil pribadi,” pungkasnya.
Namun, Hasti Tarekat justru menilai Banjarmasin punya kekhasan seperti aset yang patut dipertahakan semacam klotok sebagai moda transportasi sungai. Kemudian, pasar terapung, kerajinan tangan dan beberapa kuliner yang enak. “Saya justru sangat terkesan dengan ini. Potensi ini bisa dikembangkan lagi,” sarannya. (Reporter: Syahri Ruslan)