breaking news New

Festival Jatiluwih, Upaya Merawat Warisan Budaya Dunia

Festival Jatiluwih, Upaya Merawat Warisan Budaya Dunia Sumber foto: Eko Sulestyono/www.travelklik.com.

Travelklik - Tabanan, Daerah Tujuan Wisata (DTW) Desa Jatiluwih yang berada di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, kembali menggelar kegiatan event promosi pariwisata bertaraf dunia yaitu Jatiluwih Festival ke-5 yang berlangsung pada 6 hingga 7 Juli 2024.

Festival Jatiluwih ini yang dibuka secara resmi pada Sabtu 6 Juli ini mengangkat tema Swasthi Bhuwana yang bermakna kebahagiaan dunia dengan merayakan keindahan serta kelestarian sawah dan kearifan lokal pertaniannya.

Jatiluwih Festival Ini merupakan agenda rutin yang diselenggarakan Badan Pengelola DTW Jatiluwih dengan tujuan untuk menjaga, merawat dan melestarikan warisan leluhur nenek moyang yang berlangsung selama ratusan tahun.

Selain itu dengan adanya Festival Jatiluwih ini diharapkan juga akan lebih banyak menarik minat kunjungan wisatawan domestik dari dalam negeri maupun wisatawan mancanegara dari seluruh penjuru dunia untuk datang ke Pulau Dewata. 

Sementara itu, Badan Pengelola DTW Jatiluwih selama ini telah melaksanakan berbagai kegiatan di Jatiluwih yang sebelumnya telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia sejak 2012 yang terkenal dengan sistem pengairan atau irigasi tradisionalnya yang unik atau biasa disebut dengan Subak. 

Sementara itu acara pembukaan Jatiluwih Festival ke-5 tahun ini istimewa karena dihadiri secara langsung oleh Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya dengan didampingi Wakil Bupati Tabanan I Made Edi Wirawan bersama sejumlah tamu undangan dan ratusan peserta yang dilibatkan dalam Jatiluwih Festival ini. 

“Objek wisata (DTW) Jatiluwih ini sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai hertitage warisan budaya dunia , khususnya tentang persawahan dan sistem pengairan (Subak),” kata Bupati Tabanan, Komang Gede Sanjaya kepada wartawan, Sabtu (6/7). 

Ia menambahkan, bahwa DTW Jatiluwih tidak hanya mengenai obyek wisata sawah dengan sistem pengairannya (Subak) saja yang batis, akan tetapi juga kuliner khas Jatiluwih, seperti kue laklak, kue klepon, kue teh, beras merah dan juga bubur.

Menurut Bupati Tabanan, obyek wisata Jatiluwih bukan hanya untuk tamu-tamu mancanegara atau wisataean asing saja yang datang, ada juga tamu-tamu nasional atau wisatawan domestik juga tertarik datang ke Bali. 

“Mereka (wisatawan domestik/mancanegara) datang kesini, healing (penyembuhan) juga menikmati udara segar dan bersih. Hasil pertaniannya, makanan serta minuman organik, sehingga mereka datang ke Jatiluwih,” tambahnya. 

Menurutnya, Jatiluwih sebagai warisan budaya leluhur masa lalu tersebut seharusnya tetap dapat terus dipertahankan kelestariannya, khususnya budaya dan kearifan lokal, termasuk diantarannya seperti kuliner khas Jatiluwih.

Sementara itu Manager DTW Jatiluwih, I Ketut Purna mengatakan bahwa pemilihan tema Swasthi Bhuwana Itu mencerminkan harapan dan komitmen untuk menjaga dan melestarikan bumi sebagai tempat tinggal sekaligus menjaga keseimbangan alam dan kehidupan di dalamnya.

“Kunjungan (wisatawan) sudah meningkat tajam, sebelumnya 500 sampai 600 orang per hari, kini menjadi 1.000 sampai 1.300 per hari," kata I Ketut Purna. 

Sebagai informasi, keunikan pola tanam padi atau beras merah yang merupakan salah satu varietas padi lokal berhasil ditanam dengan baik di Desa Jatiluwih. Inilah yang kemudian menjadi faktor UNESCO akhirnya mengakui dan menetapkan sistem pengairan atau irigasi Subak Jatiluwih sebagai sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Sementara itu, proses penanaman padi atau  beras merah di Jatiluwih ini sangat ramah lingkungan tidak menggunakan pupuk pestisida dan juga tanpa zat pewarna. Sehingga bau dan rasa beras merah sangat khas dan berbeda dengan lainnya yang kemudian menjadikan beras merah ini menjadi salah produk pangan unggulan asal Bali. 

Periode Desember sampai Januari biasanya merupakan musim tanam padi atau beras merah di Jatiluwih yang juga punya masa pemeliharaan yang cukup panjang dan lama yaitu sekitar 145 hari. Sehingga sambil menunggu, petani mulai menanam padi hibrida sampai tanaman palawija lainnya.

Setelah dipanen, padi atau beras merah biasanya disimpan di lumbung padi untuk kemudian dijual. Sebagian beras merah juga digunakan untuk konsumsi dan juga dijadikan sebagai stok persediaan bibit musim tanam selanjutnya. (Kontributor: Eko Sulestyono)